BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kaitannya
dengan terorisme, muncul pertanyaan yang tidak pernah terjawab, adakah korelasi
fungsional antara Islam dan Terorisme? Bisakah gerakan keagamaan yang diduga
dalang terorisme sebagai representasi Islam, baik dalam ranah ajaran maupun
pengikutnya?
Tidak ada istilah
yang serumit “terorisme”. Istilah tersebut bukan sekadar istilah biasa,
melainkan wacana baru yang ramai diperbincangkan khalayak dunia dan mempunyai
impilikasi besar bagi tatanan politik global. Terorisme bukan sekadar
diskursus, akan tetapi sebuah gerakan global yang hinggap di mana pun dan kapan
pun.
Terorisme kian
mencuat ke permukaan, tatkala gedung pencakar langit, World Trade Center (WTC)
dan gedung Pentagon, New York, hancur-lebur diserang sebuah kelompok, yang
sampai detik ini masih misterius. Jaringan internasional al-Qaedah sering
disebut-disebut sebagai aktor di balik aksi penyerangan tersebut. Pada titik
ini, terorisme kian dipertanyakan dan dipersoalkan. Apa sih sebenarnya terorisme
itu? Benarkah terorisme teridentifikasi sebagai penyebab utama di balik
penyerangan tersebut?
Terorisme sebagai
sebuah paham memang berbeda dengan kebanyakan paham yang tumbuh dan berkembang
di dunia, baik dulu maupun yang mutakhir. Terorisme selalu identik dengan
teror, kekerasan, ekstrimitas dan intimidasi. Para pelakunya biasa disebut
sebagai teroris. Karena itu, terorisme sebagai paham yang identik dengan teror
seringkali menimbulkan konkuensi negatif bagi kemanusiaan. Terorisme kerap
menjatuhkan korban kemanusiaan dalam jumlah yang tak terhitung.
Pengeboman bus
turis asing di Kairo, penembakan para turis di Luxor, Mesir, pengeboman kedubes
AS di Kenya dan insiden yang serupa merupakan salah satu bentuk aksi-aksi
terorisme. Dalam insiden tersebut membuktikan, bahwa ribuan nyawa manusia
yang tidak berdosa raib akibat ulah para teroris. Orang tua-renta, dewasa, anak
muda dan bayi turut menanggung akibat dari pertarungan ideologi.
Pada titik ini,
terorisme mendapatkan sorotan serius dari masyarakat dunia, bahwa cara-cara
yang ditempuh para teroris dapat mewujudkan instabilitas, kekacauan dan
kegelisahan yang berkepanjangan. Masyarakat senantiasa dihantui perasaan
was-was dan tidak aman. Namun pertanyaan yang muncul kemudian, “siapa
sebenarnya yang melakukan aksi-aksi terorisme?” untuk itu dalam makalah ini
akan mencoba mengulas tentang Islam dan Terorisme.
B. Pembatasan Masalah
Untuk
dapat lebih mudah memahami isi makalah ini, maka pembahasan makalah ini akan
kami batasi yaitu membahas apa itu terorisme, dampak apa saja yang ditimbulkan
dari terorisme, apakah hubungan terorisme dengan Islam.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah disamping untuk melaksanakan penugasan pembuatan makalah yang materinya
menyangkut masalah terorisme dari Dosen Pembimbing, makalah ini juga bertujuan
sebagai sarana untuk lebih membuka cakrawala pemikiran kita tentang terorisme. Dan mematahkan pendapat barat tentang terorisme yang selalu diidentikan
dengan Islam.
BAB II
ISLAM DAN TERORISME
A.
Apakah sebenarnya Terorisme
Itu?
Sebelum kita membahas tentang terorisme menurut
pandangan agama Islam, terlebih dahulu marilah kita pahami tentang pengertian
terorisme.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, artinya :
Terorisme : Adalah Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan,
dalam usaha
mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik).
Teroris :
Adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan
rasa takut
(biasanya untuk tujuan politik).
Teror : Adalah perbuatan
sewenang-wenang, kejam, bengis, dalam usaha
menciptakan ketakutan, kengerian oleh
seseorang atau golongan.
Teror adalah ketakutan yang luar biasa (ekstreme fear)[1].
Terorisme secara umum diartikan sebagai penggunaan kekerasan dan intimidasi
terutama untuk tujuan – tujuan politik. Kekerasan termasuk pembunuhan dan teror
dilakukan untuk enarik perhatian masyarakat luas tentang tuntutan politik para
palaku[2].
Atau dengan pengertian lain Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi
yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.
Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak
tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba
dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan
merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang
dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi
terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan
tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu
para pelakunya “ teroris ” layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan
“teroris” dan “terorisme”, para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain.
Tetapi dalam pembenaran dimata terrorise : “Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari
tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam
perang”. Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan
oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya
seperti dikemukakan oleh Noam
Chomsky yang menyebut Amerika
Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu
mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika
Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di
sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan
tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah
disepakati.
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun
menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center
(WTC) di New York, Amerika Serikat pada
tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September
Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak
menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik
perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika
Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya
ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi
kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak
persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan
massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional.
Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali I, tanggal 12 Oktober 2002
yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia,
yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang.
Bom Bali I, merupakan kewajiban pemerintah untuk
secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku
dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas
utama dalam penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat
hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan
lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai
untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu
untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu
dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1
tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang
dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Apa sih sebenarnya terorisme itu? Benarkah terorisme teridentifikasi
sebagai penyebab utama di balik penyerangan tersebut?
Pada tahap ini,
kita akan memasuki kerumitan tersendiri, sebab identifikasi terorisme tidak
semudah membalikkan kedua telapak tangan. Apalagi jikalau menyangkut sebuah
kelompok atau negara tertentu, dibutuhkan data-data yang akurat dan tepat.
Namun, sejauh yang
kita amati sampai detik ini, terorisme diartikulasikan dalam tiga bentuk.
1.
Terorisme yang bersifat personal.
Aksi-aksi
terorisme dilakukan perorangan. Biasanya, dalam pengeboman bus seperti di Kairo
merupakan sebuah aksi personal. Pengeboman mal-mal dan pusat perbelanjaan juga
dapat dikatagorikan sebagai terorisme yang dilakukan secara personal.
2.
Terorisme yang bersifat kolektif.
Para teroris
melakukannya secara terencana. Biasanya, terorisme semacam ini dilembagakan
dalam sebuah jaringan yang rapi. Yang sering disebut-sebut sebagai terorisme dalam
katagori ini adalah Jaringan al-Qaeda. Sasaran terorisme dalam katagori ini
adalah simbol-simbol kekuasaan dan pusat-pusat perekonomian.
3.
Terorisme yang dilakukan negara.
Istilah ini
tergolong baru, yang biasa disebut dengan “terorisme (oleh) negara” (state
terorism). Penggagasnya adalah Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad
dalam hajatan OKI terakhir. Menurutnya, terorisme yang dikerahkan negara, tidak
kalah dahsyatnya dari terorisme personal maupun kolektif. Kalau kedua bentuk
terdahulu dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terorisme yang dilakukan
sebuah negara dapat dilihat secara kasat mata.
Ketiga-tiganya
mempunyai titik temu, yaitu sama-sama mencari tumbal dan korban. Yang mencolok
dalam terorisme adalah “balas dendam”. Karenanya, terorisme identik dengan
kenekatan untuk melawan secara serampangan.
Di sini sebenarnya
ranah problematis terorisme. Terorisme ibarat singa yang selalu haus mangsa.
Sebagaimana singa, terorisme tidak bisa mengambil “jalan tengah”, melainkan
menempuh “jalan pintas”. Sebab para teroris, biasanya melandaskan pada
kebutuhan untuk membangun sebuah manara yang disebut “identitas yang tunggal”.
Terorisme mengandalkan adanya “absolutisme”, baik dalam tataran suprastruktur
maupun struktur.
Terorisme sebagai gerakan yang
membawa ambisi kebenaran, menggunakan berbagai kendaraan. Ada yang menggunakan
kendaraan agama, politik dan ekonomi. Apapun kendaraannya, terorisme
menampilkan wataknya yang serba hegemonik, anarkis dan radikal. Inilah kesan
yang bisa ditangkap mengenai terorisme. Hampir seluruh gambarannya buruk dan
tidak manusiawi.
B. Islam = Terorisme?
Mengapa Islam
selalu dihubung – hubungkan dengan teroris? Pertanyaan yang tidak pernah
terjawab. Adakah korelasi fungsional antara Islam dan Terorisme? Bisakah gerakan
keagamaan yang diduga dalang terorisme sebagai representasi Islam, baik dalam
ranah ajaran maupun pengikutnya?
Memang,
pertanyaan-pertanyaan di atas terus mengalir deras, sederas banjir.
Stigmatisasi Islam sebagai agama teroris makin dahsyat. Ini terkait erat dengan
maraknya gerakan Islam Politik yang menunjukkan pandangan-pandangan
fundamentalistik. Fenomenanya, pasca-runtuhnya menara kembar WTC, respon
sebagian besar gerakan Islam Politik bukan malah simpati terhadap korban
kemanusiaan, melainkan makin memperbesar resistensi terhadap barat. Yang
mengemukan adalah semangat anti-barat. Apapun yang datang dari barat senantiasa
dikecam dan ditolak.
Sikap tersebut
bukan tanpa presiden. Mengerasnya sikap Islam Politik juga seiring dengan
kebijakan politik luar negri Amerika Serikat yang semakin keras juga, terutama
menyangkut konflik Israel-Palestina dan rencana serangan ke Irak. Ini justru
memberikan amunisi bagi reaksi yang semakin kencang dari kalangan Islam
Politik.
Kendatipun
demikian, perihal yang tidak bisa diabaikan begitu saja, bahwa potensi-pontensi
bagi terbentuknya pemahaman keagamaan yang menjurus pada terorisme dalam
tradisi Islam bisa didapatkan dengan mudah. Ini biasanya disebabkan pandangan
tekstual terhadap kitab suci. Kamal Abul Madjid (2000) dalam al-Irhab wa
al-Islam (Islam dan Terorisme) membenarkan, bahwa terorisme dalam tradisi Islam
terbentuk melalui pandangan keagamaan yang mengancam dan menakutkan (al-tahdid wa al-takhwif).
Terorisme dalam
bahasa Arab disebut al-irhab. Istilah tersebut digunakan al-Quran untuk melawan
“musuh Allah” (QS.8:60). Karenanya, kalau kita mencermati gerakan Islam
Politik, pandangan fundamentalistik dan gerakan radikalistik seringkali
digunakan untuk melawan “musuh Allah”. Bagi mereka, barat disebut sebagai salah
satu simbol musuh Allah .
Dalam
mengidentifikasi musuh, Islam politik menggunakan tiga pandangan mendasar.
1. Pertama, politik
sebagai bagian dari Islam. Berpolitik praktis merupakan kewajiban (fardlu) bagi setiap muslim. Ini
mengakibatkan setiap muslim harus terlibat dalam politik guna melawan “Politik Kafir”.
2. Kedua, Islam sebagai
komunitas yang paling benar, sedangkan yang lain dianggap murtad.
3. Ketiga, kecenderungan
untuk memaksakan pandangan dengan “tangan besi”, kekerasan, pembunuhan dan
perang, yang biasa disebut dengan jihad fi sabililillah. (Sa’id Asymawi: 1996:
297)
Di sini, letak
problematikanya, tatkala Islam dijadikan sebagai laskar politik, karena tidak
mampu mengakomodasi “pandangan lain” dan “kelompok lain”. Karenanya, pandangan
tersebut berdampak negatif, tidak hanya bagi “orang lain”, akan tetapi bagi
Islam sendiri yang diamanatkan Tuhan menjadi agama rahmatan li al-‘alamien.
Selanjutnya mari
kita cermati dan kita tela’ah kembali ajaran Islam, agama yang diridlai Allah
SWT, sebagai petunjuk bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia
yang sedang kita jalani sekarang ini, maupun kebahagiaan hidup yang haqiqi di
akhirat kelak.
Tujuan syari’at
Islam sebagaimana dirumuskan oleh para ilmuan seperti Al – Ghazali dan Al –
Syatibi adalah untuk menjamin al –
maslahat (human welfare) dan pada waktu yang sama menjauhkan al – mafsadat (kerusakan), dari
kehidupan manusia. baik secara kolektif maupun perorangan. Tindakan kekerasan terhadap masyarakat dinyatakan sebagai tindak
kriminal (al – muharabah dan qath ‘al – thariq) yang diancam dengan
hukuman sangat berat (hukuman mati)[3].
Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW dengan
membawa agama Islam di tengah-tengah manusia ini sebagai rahmat, dan merupakan
suatu kenikmatan yang besar bagi manusia bukan suatu musibah yang membawa
malapetaka. Allah SWT berfirman :
Dan tidaklah Kami mengutus
kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [QS. Al-Anbiyaa' : 107]
Dan Kami tidak mengutus
kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira
dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [QS. Saba' : 28]
Rasulullah SAW
bersabda :
Kejahatan dan perbuatan jahat,
keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya
ialah yang paling baik akhlaqnya. [HR. Ahmad juz
7, hal. 410, no. 20874]
Setelah kita cermati kembali tentang dinul
Islam sekaligus peribadi Rasulullah SAW yang diamanati oleh Allah SWT untuk
menyebarkan dinul Islam ke seluruh ummat manusia, maka jelas sekali bahwa
terorisme sama sekali tidak dikenal, bahkan bertolak belakang dengan ajaran
Islam.
Terorisme dengan menggunakan kekerasan,
kekejaman serta kebengisan dan cara-cara lain untuk menimbulkan rasa takut dan
ngeri pada manusia untuk mencapai tujuan.
Sedangkan Islam dengan lemah-lembut, santun,
membawa khabar gembira tidak menjadikan manusia takut dan lari, serta membawa
kepada kemudahan, tidak menimbulkan kesusahan, dan tidak ada paksaan.
Memang kedua hal tersebut mempunyai tujuan
yang berbeda. Terorisme biasanya digunakan untuk tujuan politik, kekuasaan,
sedangkan Islam bertujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kebahagiaan
hidupnya dengan dilandasi rasa kasih sayang hanya semata-mata mengharap ridla
Allah SWT.
Oleh karena itu rasanya tidak berlebihan
kalau ada orang yang mengatakan bahwa “politik itu kotor”, karena dalam
mencapai tujuannya dengan menghalalkan segala cara, sekalipun dengan terorisme.
Dengan demikian bagi seorang muslim haram hukumnya mendukung, mengikuti alur
politik yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan politiknya.
Yang demikian itu bukan berarti orang Islam
tidak boleh berpolitik, tidak boleh meraih kekuasaan. Boleh berpolitik, tetapi
tidak boleh keluar dari bingkai Islam, dengan tujuan untuk kejayaan Islam
dengan mengharap ridla Allah semata-mata.
BAB
III
A. SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan makalah sebelumnya dapat terlihat
bahwa Terorisme timbul dengan dilatar belakangi berbagai sebab dan motif. Naun
patut kita sadari bahwa terorisme bukan merupakan ideologi atau nilai-nilai
tertentu dalam ajaran agama .Terorisme merupakan strategi ,instrumen dan atau
alat mencapai tujuan.
Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak
tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba
dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Islam tidak bisa disamakan dengan terorisme,
karena Islam dan terorisme sangat bertolak belakang. Terorisme dengan menggunakan kekerasan,
kekejaman serta kebengisan dan cara-cara lain untuk menimbulkan rasa takut dan
ngeri pada manusia untuk mencapai tujuan. Sedangkan Islam dalam mencapai
kesuksesan cita-cita harokahnya, Rasulullah melalui cara-cara yang ditunjukkan
oleh Allah serta berusaha memenuhi persyaratan untuk memperoleh janji Allah,
karena janji Allah pasti tepat dan tidak perlu diragukan.
Tujuan syari’at Islam sebagaimana dirumuskan
oleh para ilmuan seperti Al – Ghazali dan Al – Syatibi adalah untuk menjamin al – maslahat (human welfare) dan pada
waktu yang sama menjauhkan al – mafsadat
(kerusakan), dari kehidupan manusia. baik secara kolektif maupun perorangan. Tindakan
kekerasan terhadap masyarakat dinyatakan sebagai tindak kriminal (al – muharabah dan qath ‘al – thariq) yang diancam dengan hukuman sangat berat
(hukuman mati).
Jadi intinya TERORISME ADALAH MUSUH ISLAM.
B. SARAN
Aksi terorisme dengan melancarkan serangan- serangan yang
dilakukan tidak berperikemanusiaan, sudah selayaknya para pelakunya “ teroris ”
mendapatkan pembalasan yang kejam. Karena terlalu banyaknya kerusakan yang
terjadi akibat terorisme.
C. Daftar
Pustaka
Prof.
Dr. H.M. Nasution, Yasir, Islam
Pluralisme dan Terorisme, (Binjai: Al– Khairi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Kemasyarakatan, 2007), h. 6
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita hadiratkan kepada
Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu memberikan dukungan moril maupun materil sehinga makalah
ini dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini kami
membahas mengenai hubungan keterkaitan Islam
dan Terorisme.
Kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini belumlah sempurna. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik / saran kepada semua
pihak agar nantinya penyusunan makalah ini dapat lebih baik lagi. Demikialah
sekilas dari kami. Terima kasih.
Binjai, 15 April 2011
Penyusun
|
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................
i
Daftar Isi
ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
- Latar Belakang Masalah ...................................................................... 2
- Pembatasan Masalah ............................................................................ 2
- Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II ISLAM DAN TERORISME.......................................................... 3
- Apakah Sebenarnya Terorisme Itu ? .................................................... 3
- Islam = Terorisme ? ............................................................................. 6
BAB III PENUTUP......................................................................................
10
Simpulan 10
Saran ................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11
|
MAKALAH BHS.INGGRIS
Tentang
“Islam dan Terorisme”
Dosen Pembimbing : Muhammad Amin
Nasution, MA
Disusun Oleh:
Kelompok VI
Heriansyah Abadi
Siti Jariyah
Umi Kalsum
Yonesti
SEMESTER IV PAI
STAI SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN
AL – ISHLAHIYAH BINJAI
T.A. 2010/ 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar